oleh
T. Austin-Sparks
Pertama kali diterbitkan di dalam majalah "Toward the Mark" Mar-Apr 1972, Jilid 1-2. Judul asli: "God Needs Gideons". (Diterjemahkan oleh Silvia Arifin)
“Lalu berpalinglah Tuhan kepadanya dan berfirman: “Pergilah dengan kekuatanmu ini … Bukankah Aku mengutus engkau!”
“Tetapi jawabnya kepada-Nya: “Ah Tuhanku, dengan apakah akan ku …?”
“Berfirmanlah Tuhan kepadanya: “Tetapi Akulah yang menyertai engkau.” Hakim-Hakim 6:14-16
Gideon hidup pada masa ketika begitu banyak hal di Israel bertentangan dengan kehormatan dan kemuliaan nama Allah. Bangsa Israel berada di bawah kekuasaan musuh-musuh mereka, sebuah umat yang dikalahkan. Mereka sangat miskin, tidak menikmati negeri mereka, yang telah menjadi negeri perjanjian, yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Mereka berada dalam kebingungan, tanpa kesatuan, tanpa kohesi, dan tanpa pemimpin yang dapat berbicara dengan finalitas Firman Allah yang otoritatif, yang dengan sendirinya dapat membawa harapan dan keyakinan. Namun, dalam kedaulatan-Nya, Allah bereaksi untuk memulihkan kondisi-kondisi seperti itu, untuk menghormati nama-Nya di antara umat, dan untuk tujuan ini, Ia menangkap Gideon, seorang laki-laki yang masih muda.
Sebuah indikasi bahwa Allah bermaksud melanjutkan tujuan-Nya meskipun ada banyak kegagalan adalah bahwa Ia membawa masuk orang-orang muda. Orang percaya yang lebih tua tidak boleh cemburu pada generasi yang lebih muda, sebab bertambahnya usia dapat berartikan hilangnya kesegaran, dan jika kita dari generasi yang lebih tua berpegang teguh pada posisi statis kita, kita dapat membawa masuk kematian. Apa keselamatan kita? Apa pembaruan masa muda kita? Apa jawaban pada pembatasan pertumbuhan di pihak kita? Ini bukanlah untuk mencurigai kaum muda; bukanlah untuk mengkritiknya; bukanlah untuk meremehkannya seperti yang beberapa orang terbukti lakukan dalam kasus Timotius (1 Timotius 4:12); tetapi untuk melakukan segala sesuatu dalam daya kita untuk membantu generasi muda.
Ketika saya pertama kali memulai pelayanan saya, saya masih sangat muda, dan saya harus memikul tanggung jawab untuk sebuah jemaat di mana ada beberapa laki-laki yang lebih tua yang keberatan, “Tapi ia sangat muda!” Namun, saya memiliki seorang penjuara di antara para kritikus itu, dan ia menjawab keberatan mereka dengan kata-kata, “Ya, tapi itu adalah sesuatu yang ia sedang lalui setiap hari!” Kita perlu melihat bahwa bagaimana pun juga, ini bukanlah bertahun-tahun yang memerintah. Usia bukanlah kriterianya; kriterianya adalah kerohanian. Apa yang benar di alam juga benar dalam hal-hal rohani. Segera setelah suatu organisme di alam berhenti untuk bereproduksi, kematian telah dimulai. Hukum alam selalu adalah reproduksi segar. Hukum kehidupan adalah reproduksi. Allah, setelah sekali menciptakan, tidak menciptakan lagi untuk yang kedua kalinya; Ia melanjutkannya dengan reproduksi. Setiap generasi baru dimaksudkan oleh Allah untuk membawa nilai-nilai masa lalu ke dalam kesegaran baru. Tidak ada generasi baru yang merupakan kemanusiaan baru yang diciptakan, tetapi generasi kemanusiaan yang segar, yang mengabadikan kebaikan yang telah terjadi sebelumnya. Sebagian dari kita adalah generasi yang melewati, dan kesegaran dan kesuburan kita akan ditemukan dalam membantu membuka jalan bagi generasi berikutnya.
Kemuliaan dan kehormatan Tuhan dinyatakan dalam kemudaan abadi, tetapi generasi baru tidak dapat berhasil hanya karena kemudaan, sama seperti generasi baru tidak dapat berhasil hanya karena ditunjuk secara resmi; ia harus mengambil suksesi dengan cara batin, dan itu berarti dengan kerohanian. Ini adalah ujian yang diterapkan kepada Gideon. Ia, seperti para hakim lainnya, mengilustrasikan bagaimana dalam kedaulatan ilahi, Allah mengambil siapa yang Ia kehendaki, tetapi Ia juga menunjukkan dasar di atas apa kedaulatan itu bekerja. Ini bukanlah suatu kontradiksi untuk mengatakan bahwa ketika Allah bertindak dalam kedaulatan mutlak, Ia memang mencari kondisi-kondisi tertentu yang akan membawa kedaulatan itu ke dalam operasi. Jadi, kita bisa mendapatkan beberapa keuntungan dengan memeriksa beberapa sifat-sifat yang menandai laki-laki muda ini, Gideon, dan membuatnya dapat digunakan oleh Allah.
Yang pertama – dan ini terbukti di mana-mana – adalah kerendahan hatinya. Kerendahan hati adalah tanda utama, ciri khas, dari kerohanian. Tidak heran bahwa dikatakan, “Berpalinglah Tuhan kepadanya!” Dengan Gideon, tidak ada kebanggaan terhadap seseorang, sebab jauh dari menganggap dirinya tinggi-tinggi, ia jelas-jelas menilai dirinya sangat rendah. Ia tidak memiliki kebanggaan keluarga, siap untuk mengakui bahwa keluarganya adalah yang paling kecil di antara suku Manasye. Sekarang, ternyata ayahnya, Yoas, berdiri untuk sesuatu dan memiliki kedudukan yang menonjol di kotanya, sebab kepada mezbah Baal-nya dia itu, para warga datang untuk beribadah. Apalagi, Gideon bisa memilih sepuluh pelayan dari rumah ayahnya. Kebenarannya tampaknya adalah bahwa Gideon adalah seorang lelaki yang benar-benar rendah hati. Ia tidak bangga karena muda. Tidak ada yang akan digunakan oleh Allah hanya karena alasan itu. Ia juga tidak memiliki rasa superioritas terhadap orang-orang di sekitarnya dalam hal-hal rohani. Ia menempatkan dirinya di antara mereka dan mengakui dirinya sendiri sebagai satu dengan mereka dalam kondisi rohani mereka yang buruk. Jika kita bangga atas pemahaman kita yang lebih maju atau atas kerohanian yang kita bayangkan; jika kita memandang rendah orang lain dengan cara mencari kesalahan yang kritis; maka Tuhan tidak akan pernah memandang kepada kita seperti Ia memandang Gideon atau memilih kita sebagai alat-Nya.
Ini bukanlah urusan kita untuk memberi tahu bahwa kita tidak setuju dengan orang Kristen lainnya; ini adalah bisnis kita untuk menemukan cara membantu mereka. Jika kita mencari kerendahan hati yang sejati, maka kita akan datang masuk ke dalam pandangan Tuhan sebagai alat-Nya untuk melayani Dia dan tujuan berdaulat-Nya untuk memulihkan kemuliaan nama-Nya. Seluruh kisah Gideon adalah sebuah pernyataan bahwa alat seperti itu tidak boleh memiliki kemuliaannya sendiri. Allah menemukan Gideon dalam roh yang rendah hati pada awalnya, dan Ia kemudian bersusah payah untuk menguranginya dan membawanya bahkan lebih rendah lagi, sebab kerendahan adalah dasar kehadiran dan kuasa Allah. Ini hanyalah ketika kemuliaan pribadi dikesampingkan bahwa Tuhan dapat berkata, seperti yang Ia katakan kepada Gideon, “Tuhan menyertai engkau …” Ini adalah jenis manusia yang dapat digunakan Allah. Seorang Musa, yang reaksinya terhadap panggilannya adalah, “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap … Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara … sebab aku berat mulut dan berat lidah.” Seorang Yeremia, yang berargumen, “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Seorang Elisa, seorang manusia yang bukan dari angin, gempa dan api, tetapi yang hanya sebuah ekspresi dari kuasa Allah dalam “bunyi angin sepoi-sepoi basa.” Prinsip yang sama ini diindikasikan untuk Gideon dalam tanda embun, ekspresi diam yang rendah itu dari kekuatan pemberi-hidup. Alat Allah selalu sadar akan ketidakmampuan pribadinya sendiri.
Poin berikutnya yang mengesankan kita sehubungan dengan Gideon adalah ketekunannya; ia sedang mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur. Ia melakukan pekerjaannya di tempat yang paling tidak mungkin dan tidak cocok agar tersembunyi bagi orang Midian. Hari-harinya begitu jahat sehingga sangat sedikit yang tampak mungkin, dan memang sebagian besar orang-orang telah melarikan diri ke gua-gua dan lubang-lubang, lumpuh dan tidak berdaya karena musuh-musuh mereka yang selalu hadir. Tampaknya seolah-olah tidak ada hal positif yang dapat dilakukan, dan oleh karena itu kecenderungannya adalah untuk putus asa akan tindakan dan menerima situasi kekalahan itu. Namun, Gideon, memiliki sikap yang berbeda. Mungkin tidak ada banyak yang bisa dilakukan, tetapi ada sedikit, dan ia bertekad untuk terus sibuk dengan apa yang mungkin. Ketika ia mempertimbangkan situasi mustahil mereka, ia melihat bahwa ada kontribusi kecil dan tersembunyi yang dapat ia lakukan untuk pelestarian kehidupan. Tuhan memperhatikan roh ini. Tuhan berdiri tepat di dekat tempat pemerasan anggur itu dan menyaksikan upaya Gideon. Mungkin karena alasan inilah Ia berkata, “Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.” Tuhan jelasnya tidak “dengan” orang yang malas, sebab bagi-Nya ketekunan adalah kualitas yang esensial. “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor; biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Roma 12:11) menggambarkan jenis manusia yang dicari Allah, dan dalam pribadi Gideon, ia menemukan orang itu.
Kegiatan Gideon sangat terbatas dan dilakukan dalam ruang sempit, tetapi ia melakukan semua yang bisa dilakukan, bahkan jika itu tampak sangat kecil. Tuhan memperhatikan hal itu, sebab kadang-kadang bahkan isyarat saja sudah cukup bagi-Nya. Jika Ia melihat seseorang yang, seolah-olah, saat memasuki ruangan langsung pergi ke kursi, seorang yang mencari alasan dan senang mengitari atau menghindari beberapa tanggung jawab yang menghadapinya, maka Tuhan tidak akan memandangnya seperti yang dilakukan-Nya pada Gideon. Garisnya memberi tahu kita bahwa “Tuhan berpaling kepadanya.” Tuhan selalu berpaling kepada mereka yang waspada untuk merebut bahkan kesempatan pelayanan yang kecil.
Prinsip yang sama berlaku untuk sepuluh ribu orang yang dibawa turun untuk minum air (Hakim 7:4). Hal terakhir yang dapat terjadi pada orang-orang itu adalah bahwa metode minum mereka sesungguhnya adalah sebuah ujian, tetapi sekali lagi keputusan dan pilihan Allah didasarkan pada suatu isyarat, suatu isyarat yang menyatakan mereka yang menaruh minat ilahi di atas urusan pribadi mereka sendiri. Ini bukan karena dalam keagungan berdaulat-Nya, Ia telah menahbiskan bahwa beberapa akan menghirup air dan beberapa akan berlutut tetapi bahwa pekerjaan berdaulat-Nya akan dilakukan oleh mereka yang mengungkapkan disposisi mereka dengan perilaku mereka dalam masalah kecil. Kita juga mengungkapkan disposisi kita dengan tindakan yang sangat sederhana, dan mungkin saja dalam kehidupan dan pekerjaan kita sehari-hari, mata Tuhan ada pada kita untuk mengawasi disposisi kita, karena jika kita akan melompat pada apa yang memberi kita kepuasan pribadi atau menggenggam pada kesempatan untuk mengelak dari kerja keras, maka Ia tidak akan menggunakan kita dalam tujuan-tujuan agung-Nya. Tidak seorang pun dari kita yang akan pernah digunakan oleh Tuhan dengan cara vital apa pun kecuali hati kita sepenuhnya tertuju kepada-Nya dan kepentingan-Nya. “Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri.” (Amsal 22:29) Allah mencari manusia seperti itu.
Dalam beberapa hal ini adalah bagian dari apa yang telah kita katakan – Gideon prihatin dengan orang lain. Ia melihat dan menemukan bahwa orang-orang kelaparan, dan bahwa musuh berusaha untuk mencuri sedikit makanan yang mereka miliki, jadi ia melakukan yang terbaiknya untuk membantu orang yang kurang gizi dan lemah yang tidak bisa mengangkat tangan mereka untuk pembebasan diri mereka sendiri. Kita semua membutuhkan pandangan keluar – “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Filipi 2:4). Gideon bukanlah salah satu orang introvert yang selalu sibuk dengan kondisi diri mereka sendiri. Ia mungkin saja dapat dipenuhi dengan rasa kasihan pada diri sendiri dan mengeluh karena terlibat dalam situasi yang sedemikian menyedihkannya, tetapi sebaliknya ia khawatir tentang masalah orang lain dan siap untuk berdoa dan bertindak atas nama mereka. Kegiatan itu di tempat pemerasan anggur menunjukkan kekhawatiran rahasia dan upaya untuk mengecoh musuh, bahkan jika hanya dengan cara yang kecil.
Selanjutnya, Gideon mengkhianati keprihatinan hati yang sesungguhnya dengan menjawab pernyataan bahwa Tuhan menyertainya dengan pertanyaan tentang masalah dan kebutuhan umatnya. Perhatian besarnya bukanlah tentang dirinya sendiri tetapi tentang fakta bahwa kegiatan-kegiatan dan keajaiban Allah sebelumnya di antara umat-Nya sekarang tidak lagi beroperasi. Ini semuanya sangat berbeda dari berteori dan memberikan jawaban teologis yang apik terhadap keadaan orang Israel; ini seolah-olah tempat pemerasan anggur itu simbolis, dan Gideon, seorang laki-laki yang sedang diperas dalam kesusahan rohani atas kebutuhan umat Allah yang kalah.
Apakah seseorang muda atau tua, ia hanya akan berguna bagi Allah jika ia memiliki perhatian hati seperti ini. Tidak ada yang akan melayani nama dan kehormatan Tuhan dengan doktrin, dengan penafsiran pintar dari Kitab Suci atau dengan pemandangan mistik kebenaran rohani. Tuhan tidak akan menghabiskan banyak waktu melihat ke arah orang-orang berteori; Ia memperhatikan orang-orang yang memiliki hati yang sama terbebani seperti hati Gideon, dibebani dengan penderitaan batin karena keadaan umat-Nya yang tidak bahagia.
Poin lebih lanjut yang perlu diperhatikan adalah apa yang terjadi ketika Gideon menghancurkan yang berhala di dalam rumah ayahnya. Kita tidak akan pernah menghancurkan Iblis dan kerajaannya, kita tidak akan pernah menghancurkan apa yang diwakili oleh kezaliman orang Midian, jika secara pribadi, di balik layar, ada semacam keterlibatan dengan kerajaan itu. Dalam kasus kita, masalahnya bukanlah di rumah ayah kita tetapi di dalam hati kita sendiri. Tampaknya ada sesuatu di dalam diri kita yang bersekutu dengan kerajaan kegelapan, sebuah mezbah palsu yang harus digulingkan untuk memberi jalan bagi mezbah Allah. Sebelum Gideon dapat keluar dan menyelamatkan Israel, memulihkan di antara mereka, kehormatan kepada nama Tuhan, sesuatu harus ditangani di latar belakang kehidupannya sendiri. Ia melakukannya! Memang benar bahwa ia melakukannya dengan rasa takut, sebab ia adalah seorang laki-laki yang tidak percaya diri, dan memang benar bahwa ia melakukannya pada malam hari; namun – malam atau siang – ia melakukannya, dan itulah yang penting.
Mezbah dan namanya! Ini sangatlah mengesankan dan penting seberapa sering keduanya dihubungkan dalam Kitab Suci. Titik fokus dari keseluruhan kisah Gideon adalah mezbah itu. Itu melambangkan hubungan dan keharmonisan baru antara Allah dan dirinya sendiri. Di mana ada mezbah untuk nama Tuhan, dan di mana Ia menemukan kepuasan penuh-Nya, di sana kemuliaan Tuhan terjamin dan dengan demikian, kedamaian – Jehovah Shalom. Tampaknya bahwa sampai pada saat itu, ada beberapa ketidakpastian dengan Gideon, tetapi setelah itu tidak ada lagi ketidakpastian. Kemenangan besar pasti sejak saat itu dan seterusnya.
Pertempuran yang sesungguhnya seringnya terjadi di dalam hati orang yang akan melayani Allah; ini seolah-olah Tuhan harus berperang dengannya sebelum Ia dapat berperang melalui dia; setelah menundukkan dan membungkam dagingnya oleh kuasa salib yang besar, kemudian Ia dapat memimpin hamba-Nya ke medan peperangan di sekitarnya dan menggunakannya untuk kehormatan nama itu. Pahlawan Allah adalah mereka yang melalui salib dibawa untuk menikmati kedamaian Allah di dalam hati mereka sendiri, dan kemudian dalam kuasa kedamaian itu, mereka dapat membawa kemenangan-Nya atas kerajaan kegelapan. Inilah Gideon-Gideon yang sangat dibutuhkan Allah di zaman kita.
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.